WhatsApp dan Telegram memang menjadi dua aplikasi pesan populer yang sering dibandingkan. Namun, baru-baru ini Bos WhatsApp, Will Cathcart, memberikan pernyataan kontroversial dengan meminta pengguna internet untuk tidak menggunakan Telegram. Alasan di balik pernyataannya itu pun cukup kontroversial.
Contents
Mengapa Bos WhatsApp Minta Kamu Tak Gunakan Telegram
Dalam sebuah artikel berjudul ‘The Kremlin Has Entered the Chat’ di Wired, disebutkan bahwa Telegram tidak sepenuhnya aman. Hal ini disebabkan karena platform tersebut tidak mendukung end-to-end encryption secara default.
“Saya sadar bahwa beberapa orang akan mengatakan saya tertarik mengkritik Telegram. Namun ada banyak aplikasi pesan yang bisa dipilih. Jika tidak menggunakan WhatsApp, gunakan salah satu dari mereka, jangan gunakan Telegram,” kata Cathcart, dikutip Rabu (15/2/2023).
Baca Juga : Cara Ganti Nomor WhatsApp Tanpa Kehilangan Pesan
Lantas, apa yang dimaksud dengan end-to-end encryption? End-to-end encryption adalah sebuah teknologi yang digunakan untuk melindungi privasi pesan pengguna. Dengan teknologi ini, pesan hanya bisa dibuka oleh pengirim dan penerima pesan, serta tidak bisa diakses oleh pihak ketiga yang mencoba mengintip pesan.
Sayangnya, Telegram tidak mendukung teknologi end-to-end encryption secara default, sehingga pesan pengguna tidak sepenuhnya terlindungi. Selain itu, obrolan dalam grup di Telegram juga tidak dilindungi oleh end-to-end encryption.
“Telegram tidak dienkripsi dari ujung ke ujung (end-to-end encryption) secara default dan tidak ada untuk grup. Dari artikel: ‘Telegram punya kapasitas membagikan hampir seluruh informasi rahasia yang diminta pemerintah’,” jelas Cathcart dalam utas tweet-nya.
Tidak hanya itu, Cathcart juga menyoroti protokol end-to-end encryption Telegram yang tidak memiliki verifikasi independen. Hal ini berarti pesan pengguna yang seharusnya aman di Telegram dapat disadap oleh pihak ketiga yang mencoba mengintip pesan.
Selain masalah keamanan pesan, Cathcart juga menyoroti beberapa masalah lain yang ada pada Telegram. Salah satu masalah tersebut adalah terkait API lokasi Telegram yang dapat dipalsukan untuk menunjukkan pengguna dalam radius 2 mil (3,2 km) jika baru saja mengaktifkan lokasinya.
Selain itu, Telegram juga dituding membangun API lain yang dapat digunakan untuk melakukan pengawasan massal dengan mengakses konten pengguna.
Cathcart juga mempertanyakan klaim Telegram yang menyatakan tidak pernah menyerahkan data penggunanya pada pemerintah. Namun, laporan pemberitaan menunjukkan bahwa aktivitas tersebut memang terjadi.
“Jadi mengapa mereka terus mengklaim ini?” kata Cathcart yang juga menyematkan laman Privasi milik Telegram.
Dalam menghadapi situasi ini, sebagai pengguna, kita perlu mempertimbangkan baik-baik apakah kita ingin tetap menggunakan Telegram atau tidak. Ada banyak aplikasi pesan lain yang dapat dipilih selain Telegram dan WhatsApp. Jadi, mari bijak dalam memilih aplikasi pesan yang kita gunakan agar privasi dan keamanan data kita terjaga.